Bengkulu – Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bengkulu
dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Bengkulu
terus menciptakan hubungan simbiosis mutualisme dalam optimalisasi
penerimaan negara khususnya di bidang pengurusan piutang negara. Tidak
hanya sekedar optimalisasi penerimaan negara, pengurusan piutang BPJS
melalui KPKNL juga dapat membantu mewujudkan keadilan atas hak pekerja
di Indonesia.
Dalam rangka pencapaian iuran dan tertib administrasi, BPJS
Ketenagakerjaan Bengkulu mengundang KPKNL Bengkulu dalam rapat
koordinasi dan evaluasi bertajuk Sinergisitas BPJS Ketenagakerjaan
Bengkulu dan KPKNL Bengkulu, yang diselenggarakan di Hotel Splash,
Bengkulu, Senin (20/03).
Hasil dari rapat tersebut yakni penyerahan berkas baru piutang iuran
macet BPJS oleh Kepala BPJS Ketenagakerjaan Bengkulu Yosep Aris Daryanto
kepada Kepala KPKNL Bengkulu Tredi Hadiansyah, sebanyak sebelas (11)
Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang telah dilakukan penagihan secara
optimal oleh tim pengawasan, tetapi belum berhasil untuk tertagih.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan Bengkulu akan kembali mengagendakan
rapat koordinasi dan evaluasi melibatkan KPKNL Bengkulu pada triwulan
III dan akhir tahun 2017 nanti.
Rapat tersebut adalah tindak lanjut sinergi BPJS dengan DJKN dalam
rangka pengurusan piutang yang telah ditandatangani Perjanjian Kerja
Sama (PKS) Nomor: PER-16/012015 dan PRJ-1/KN/2015 tentang Pengurusan
Piutang Iuran Macet dan Denda Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Selain itu, rapat tersebut sebagai tindak lanjut pertemuan pada bulan
Februari 2017.
Dalam rapat tersebut, Tredi menjelaskan beberapa tugas dan fungsi
(tusi) KPKNL Bengkulu yang dapat dimanfaatkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
“Selain pengurusan piutang negara, kami juga menjalankan tusi pelayanan
penilaian dan pelayanan lelang. Silahkan BPJS koordinasi ke kami, kami
siap membantu,” terang Tredi. Selain Master of Understanding (MoU)
pengurusan piutang iuran macet, BPJS juga telah mengajukan permohonan
penilaian aset kepada DJKN dalam rangka penilaian aset untuk neraca
keuangan BPJS yang akuntabel. Tredi menambahkan bahwa salah satu
kewenangan KPKNL antara lain melakukan penyitaan barang jaminan dan/atau
harta kekayaan penangung hutang sehingga penilaian aset itu juga dapat
dimanfaatkan dalam rangka penjualan barang sitaan melalui lelang.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Bengkulu Yosep Aris Daryanto berpendapat
bahwa KPKNL merupakan mitra kerja yang mempunyai keunggulan pada
kewenangan penerbitan surat Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih
(PSBDT) apabila dari hasil penelitian lapangan dan/atau pemeriksaan
diketahui debitur tidak diketemukan keberadaannya.
Aris menjelaskan bahwa piutang yang diserahkan kepada KPKNL adalah piutang macet dan kontingensi
yang oleh BPJS telah dilakukan langkah persuasif seperti memberikan
surat peringatan maupun berkomunikasi langsung dengan pimpinan
perusahaan terkait keterlambatan pembayaran iuran. Piutang macet
merupakan tunggakan iuran antara tujuh (7) sampai sembilan (9) bulan,
sementara piutang kontingensi tunggakan lebih dari sembilan (9)
bulan yang sudah masuk kategori penanganan serius. “Kategori piutang di
BPJS dilihat dari lamanya perusahaan menunggak iuran, seperti piutang
lancar, piutang kurang lancar, piutang macet, dan kontingensi,”
paparnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Bengkulu Eko Setiyono
menambahkan bahwa selain melakukan penyitaan barang jaminan dan/atau
harta kekayaan penanggung hutang, lelang, dan penerbitan surat Piutang
Negara Sementara Belum dapat Ditagih (PSBDT), KPKNL juga memiliki
kewenangan seperti pencegahan penanggung hutang bepergian ke luar
negeri, paksa badan (gizjeling), pemblokiran harta kekayaan dan surat berharga penanggung hutang.
Eko juga menjelaskan mengenai pengenaan biaya administrasi pengurusan
piutang negara dibebankan kepada penanggung hutang sejak tanggal
diterbitkannya Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N). Biaya
administrasi sebesar satu (1) persen dikenakan kepada debitur yang
melakukan pembayaran angsuran atau pelunasan dalam jangka waktu maksimal
enam (6) bulan sejak diterbitkan SP3N, dan apabila pembayaran dilakukan
lebih dari enam (6) bulan sejak diterbitkan SP3N maka dikenakan biaya
administrasi sebesar sepuluh (10) persen.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Bengkulu
Irwan Naser melakukan pemaparan program BPJS Ketenagakerjaan, salah
satunya menekankan setiap tenaga kerja berhak dan wajib turut serta
dalam Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP) dikarenakan jaminan social
tersebut merupakan hak asasi manusia. “Ada konsekuensi apabila
perusahaan tidak patuh terhadap PP Nomor 86 Tahun 2015. Perusahaan dapat
dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp 1 miliar dan kurungan
pidana 8 tahun,” jelasnya. Irwan juga menambahkan terhadap perusahaan
yang menunggak iuran, dimana akan merugikan hak pegawai untuk klaim
biaya seperti perawatan ke BPJS apabila terjadi kecelakaan kerja.
Di penghujung acara, Aris mengatakan bahwa rapat tersebut tidak sekedar
seremonial melainkan bagaimana jajaran pegawai BPJS Ketenagakerjaan
Bengkulu mampu mengimplementasikan pengurusan iuran macet dan mampu
menindaklanjutinya. “Iuran BPJS itu yang digunakan pemerintah dalam
membayarkan santunan-santunan sosial termasuk menggaji pegawai-pegawai
BPJS. Jadi, sebisa mungkin harus ditindaklanjuti,” terang Aris. (Budi Prasetyo/Tsabit Turmudzi/DJKN)